Kontraindikasi, Pola Minum ASI Eksklusif, dan Tugas Tenaga Kesehatan

Daftar Isi


Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan merupakan regulasi yang menggantikan UU No. 36 Tahun 2009. Perubahan ini bertujuan untuk memperbarui kebijakan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan serta meningkatkan layanan kesehatan di Indonesia. Artikel ini fokus pada analisis ketentuan terkait kondisi kontraindikasi, pola minum bayi ASI eksklusif, dan tugas tenaga kesehatan berdasarkan UU ini.

Kontraindikasi dalam Pemberian ASI Eksklusif

Pasal-pasal dalam UU No. 17 Tahun 2023 memberikan panduan tentang kondisi kesehatan ibu dan bayi yang menjadi kontraindikasi pemberian ASI eksklusif. Beberapa kondisi yang menjadi perhatian antara lain:

  1. Kondisi Ibu

    • Penyakit menular seperti HIV/AIDS atau TBC aktif yang belum diobati.

    • Konsumsi obat-obatan tertentu yang dapat membahayakan bayi jika ditransfer melalui ASI (misalnya, obat kemoterapi).

    • Gangguan kesehatan berat seperti gagal jantung atau gangguan psikologis yang memengaruhi kemampuan ibu untuk menyusui.

  2. Kondisi Bayi

    • Bayi dengan kelainan metabolisme seperti galaktosemia, di mana tubuh bayi tidak dapat mencerna laktosa yang terdapat dalam ASI.

    • Bayi dengan kondisi bawaan tertentu yang memengaruhi kemampuan untuk menyusu, seperti bibir sumbing berat tanpa intervensi medis.

Dalam kasus-kasus tersebut, pemberian ASI eksklusif dapat digantikan dengan susu formula khusus atau alternatif lain berdasarkan rekomendasi tenaga kesehatan.

Pola Minum Bayi Normal dengan ASI Eksklusif

ASI eksklusif didefinisikan dalam UU ini sebagai pemberian ASI saja tanpa tambahan makanan atau minuman lain selama enam bulan pertama kehidupan bayi. Pola minum bayi normal dengan ASI eksklusif meliputi:

  1. Frekuensi Bayi disarankan menyusu sebanyak 8-12 kali dalam 24 jam untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Pola ini mengikuti prinsip "on demand," di mana bayi disusui setiap kali menunjukkan tanda lapar, seperti menggeliat atau mengisap jari.

  2. Durasi Setiap sesi menyusu berlangsung 15-20 menit per payudara untuk memastikan bayi mendapatkan ASI awal yang kaya protein (foremilk) dan ASI akhir yang tinggi lemak (hindmilk).

  3. Tanda Kecukupan

    • Bayi terlihat puas setelah menyusu.

    • Frekuensi buang air kecil mencapai 6-8 kali per hari.

    • Kenaikan berat badan sesuai dengan kurva pertumbuhan normal.

Peran dan Tugas Tenaga Kesehatan

UU No. 17 Tahun 2023 menegaskan peran tenaga kesehatan dalam mendukung keberhasilan pemberian ASI eksklusif serta menangani kontraindikasi. Beberapa tugas utama meliputi:

  1. Edukasi dan Promosi

    • Memberikan informasi kepada ibu hamil dan menyusui tentang manfaat ASI eksklusif, teknik menyusui yang benar, dan tanda-tanda kecukupan gizi bayi.

    • Melakukan promosi kesehatan masyarakat melalui kampanye pentingnya ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan bayi.

  2. Penanganan Kasus Khusus

    • Mengidentifikasi kondisi kontraindikasi dan memberikan alternatif pemberian nutrisi yang sesuai.

    • Memberikan dukungan bagi ibu dengan kondisi medis tertentu agar tetap dapat menyusui dengan aman, seperti penggunaan alat bantu laktasi.

  3. Fasilitasi Pemberian ASI di Tempat Umum dan Kerja

    • Mendorong penerapan kebijakan ramah ASI di tempat kerja dan fasilitas umum, seperti menyediakan ruang laktasi.

    • Memastikan ibu menyusui mendapatkan haknya sesuai dengan peraturan perundangan.

  4. Monitoring dan Evaluasi

    • Memantau tumbuh kembang bayi dan keberhasilan pemberian ASI eksklusif melalui kunjungan berkala.

    • Melaporkan dan mengevaluasi program terkait pemberian ASI eksklusif kepada pihak yang berwenang.

Kesimpulan

UU No. 17 Tahun 2023 memberikan panduan yang komprehensif mengenai pemberian ASI eksklusif, termasuk penanganan kondisi kontraindikasi dan pola minum bayi normal. Tenaga kesehatan memiliki peran strategis dalam mendukung keberhasilan program ini melalui edukasi, penanganan kasus khusus, dan advokasi kebijakan ramah ASI. Dengan implementasi yang baik, diharapkan regulasi ini dapat meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak di Indonesia.

Posting Komentar